Diam dan Misuh: Ekspresi Kemarahan dalam Sosial Ostracism Masyarkat Jawa
Silence and Swearing: Expressions of Anger in Social Ostracism within Javanese Society
Abstract
Masyarakat Jawa dilekatkan dengan konotasi diam sebagai ekspresi marah, Konotasi tersebut berkaitan erat dengan Prinsip keluhuran pada kebudayaan Jawa. Hal tersebut dikarenakan masyarakat Jawa dituntut untuk selalu menjaga keharmonisan sosial dengan menyembunyikan ekspresi marah. Namun ungkapan diatas terbantahkan dengan adanya misuh dikalangan masyarakat Jawa. Misuh dianggap sebagai suatu ungkapan ekspresi kemarahan bagi orang Jawa, tetapi juga dianggap sebagai bentuk rasa senang, kagum, bentuk lawakan, dan bentuk keakraban. Berawal dari dua fenomena tersebut, tulisan ini ingin menguraikan mengenai Bagaimana masyarakat Jawa yang identik dengan praktik misuh memaknai tindakan diam ketika menghadapi suatu konflik? Bagaimana bentuk ekspresi masyarakat Jawa yang ekspresif dengan misuh dalam menghadapi konflik?. penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnografi dengan menggunakan kerangka berpikir milik Geertz yakni interpretative simbolik. Teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara, dokumentasi dan kajian Pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, masyarakat Jawa yang ekspresif dengan misuh memaknai diam sebagai bentuk rebel terhadap keharmonisan. Serta mereka menggunakan satru sebagai cara untuk menghadapi konflik. Mereka akan cenderung mendiamkan bahkan mengucilkan seseorang ketika mereka memiliki konflik dengan orang tersebut.
Copyright (c) 2024 Moderasi: Jurnal Studi Ilmu Pengetahuan Sosial
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.